INKARUSSUNNAH
I. PENDAHULUAN
Hadis Nabi saw telah disepakati oleh mayoritas ulama dan umat Islam sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah kitab suci al-Qur’an. Berbeda dengan al-Qur’an yang semua ayat-ayatnya disampaikan oleh Nabi saw secara mutawatir dan telah ditulis serta dikumpulkan sejak zaman Nabi saw masih hidup, serta dibukukan secara resmi sejak zaman khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, sebagian besar hadis Nabi saw tidaklah diriwayatkan secara mutawatir dan pengkodifikasiannya pun baru dilakukan pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis, salah seorang khalifah Bani Umayyah. Hal yang disebutkan terakhir, didukung oleh beberapa faktor lainnya, oleh sekelompok kecil (minoritas) umat Islam dijadikan sebagai alasan untuk menolak otoritas hadis-hadis Nabi saw sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan. Kelompok ini, dalam wacana ilmu hadis, dikenal dengan sebutan kelompok inkar al-sunnah.
Menurut Quraish Shihab, seperti yang diedit oleh Yunahar Ilyas, penolakan kelompok inkar al-sunnah terhadap kedudukan hadis tersebut membawa konsekuensi pada penolakan terhadap, paling tidak, dua fungsi utama hadis yakni : pertama, bayan ta’kid, menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat dalam al-Qur’an; kedua, bayan tafsir, memperjelas dan merinci serta membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an.
Melihat gejala ini, para ulama, terutama yang concern terhadap hadis, mengambil langkah-langkah yang dirasa perlu untuk membuktikan bahwa pendirian kelompok inkar al-sunnah tersebut (menolak kehujjahan hadis-hadis Nabi saw) adalah sangat keliru. Dalam beberapa literatur ilmu hadis, kelompok inkar al-sunnah berdasarkan tahun kemunculan dan karakteristiknya dibedakan atas dua periode, yakni: pertama, kelompok inkar al-sunnah abad klasik (munkir al-sunnah qadim); kedua, kelompok inkar al-sunnah abad modern (munkir al-sunnah hadis).
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Kelompok Inkarussunnah
1. Kelompok inkar al-sunnah abad klasik
Sejauh ini tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa pada masa Nabi saw. masih hidup telah ada dari kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Karena pada masa itu tampaknya umat Islam sepakat bahwa sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang signifikan di samping al-Qur’an. Bahkan pada masa al-Khulafah al-Rasyidun (632-661 M.) dan Bani Umayyah (661-750 M.) belum terlihat secara jelas adanya kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Barulah pada awal masa Bani Abbasiyah (750-1258 M.) muncul secara jelas sekelompok kecil umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam.
Imam al-Syafi’i (150-204 H/767-819 M), dalam bukunya Al-Umm, menyatakan bahwa kelompok yang menolak sunnah sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an telah muncul di penghujung abad kedua atau awal abad ketiga hijriah. Pada saat munculnya, kelompok tersebut telah melengkapi diri dengan sejumlah argumentasi untuk menopang pendirian mereka. Kepada mereka sesuai dengan sikap mereka yang menolak sunnah, al-Syafi’i menggunakan istilah al-thaifah allati raddat al-khabar kullaha (kelompok yang menolak hadis secara keseluruhan), yang dalam hal ini dapat diidentikkan dengan kelompok inkar al-sunnah.
2. Kelompok inkar al-sunnah abad modern
Pada sekitar peralihan abad kesembilan belas ke abad kedua puluh Masehi kelompok inkar al-sunnah kembali muncul ke permukaan sekaligus ingin menyebar luaskan pendapat mereka kepada umat Islam. Kelompok inkar al-sunnah inilah yang lantas dianggap sebagai kelompok inkar al-sunnah abad modern (munkir al-sunnah hadits). Jika kelompok inkar al-sunnah abad klasik hanya terdapat di Irak, khususnya di Basrah, maka kelompok inkar al-sunnah abad modern tersebar di beberapa wilayah Islam.
Hal yang disebutkan terakhir, kemungkinan besar disebabkan oleh imperialisme dan kolonialisme barat ke berbagai wilayah Islam. Selanjutnya berbeda dengan kelompok inkar al-sunnah klasik yang sulit untuk diidentifikasi secara pasti, kelompok inkar al-sunnah abad modern, terutama tokoh-tokohnya dapat diketahui dengan jelas dan pasti. Mengenai tokoh-tokoh kelompok inkar al-sunnah abad modern yang cukup terkenal berikut argumentasi-argumentasi yang mereka majukan dapat dilihat pada penjelasan berikut:
a. Taufik Shidqi (w. 1920 M.)
Tokoh ini berasal dari Mesir. Dia menolak hadis Nabi saw dan menyatakan bahwa al-Qur’an adalah satu-satunya sumber ajaran Islam. Dia juga mengatakan bahwa tidak ada satu pun hadis Nabi saw yang dicatat pada masa beliau masih hidup. Pencatatan hadis terjadi jauh setelah Nabi saw wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadis itu, manusia berpeluang untuk merusak dan mengada-adakan hadis, ketika memasuki usia tua, Taufik Shidqi meninggalkan pandangan ini dan kembali menerima otoritas kehujjahan hadis Nabi saw sebagai sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.
b. Rasyad Khalifa
Dia adalah seorang tokoh inkar al-sunnah kelahiran Mesir yang kemudian menetap di Amerika. Dia hanya mengakui al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber ajaran Islam yang berakibat pada penolakannya terhadap hadis Nabi saw.. Lebih jauh lagi dia bahkan menilai hadis Nabi saw. sebagai buatan iblis yang dibisikkan kepada Muhammad SAW.
c. Ghulam Ahmad Parvez (lahir 1920 M.)
Dia merupakan tokoh inkar al-sunnah yang berasal dari India. Dia merupakan pengikut setia Taufik Shidqi. Pendapatnya yang terkenal adalah bahwa bagaimana pelaksanaan shalat terserah kepada para pemimpin umat untuk menentukannnya secara musyawarah, sesuai dengan tuntunan situasi dan kondisi masyarakat. Jadi tidak perlu ada hadis Nabi saw. untuk itu.
d. Kasim Ahmad
Dia adalah tokoh inkar al-sunnah yang berasal dari Malaysia. Dia adalah pengagum Rasyad Khalifa. Karena itu pandangannya tentang hadis-hadis Nabi saw sejalan dengan Rasyad Khalifa. Ia menyeru umat Islam agar meninggalkan hadis-hadis Nabi saw, karena menurut penilaiannya hadis Nabi saw tersebut adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan dengan Rasulullah SAW. Hadis menurutnya merupakan penyebab utama terjadinya perpecahan dan kemunduran umat Islam. Selanjutnya dia menjelaskan bahwa kitab-kitab hadis yang terkenal, seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis yang berkualitas dha’if dan maudhu’. Di samping itu, banyak matan hadis yang termuat dalam kitab hadis tersebut isinya bertentangan dengan al-Qur’an dan logika.
e. Tokoh-tokoh Inkar al-Sunnah asal Indonesia
Mereka adalah Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto dan Lukman Saad. Mereka ini adalah tokoh-tokoh yang telah berupaya menyebarkan paham inkar al- sunnah di Indonesia. Mereka sempat meresahkan masyarakat dan menimbulkan banyak reaksi atas kejadian ini, maka keluarlah Surat Keputusan Jaksa Agung No. kep.169/J.A./1983 tertanggal 30 September 1983 yang berisi larangan terhadap aliran inkar al-sunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
B. Perdebatan Dengan Kelompok Inkarussunnah
1. Argumen-argumen Para Pengingkar Sunnah
Memang cukup banyak argumen yang telah dikemukakan oleh mereka yang berpaham ingkar al sunnah. Dari berbagai argumen yang banyak jumlahnya itu, ada yang berupa argumen-argumen naqli, dan ada yang berupa argumen-argumen aqli.
a. Argumen-argumen naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka yang berpaham ingkar al sunnah ternyata telah mengajukan sunnah sebagai argumen membela paham mereka.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ (النحل : 89)
“ dan kami turunkan kepadamu al-kitab (al-qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu.”
( الأنعام : 38) مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
“ …..tiadalah kami alpakan sesuatupun di dalam al kitab……”
Menurut para pengingkar sunnah, kedua ayat tersebut menunjukkan bawah Al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu berkaitan dengan ketentuan agama. Dengan demikian, tidak diperlukan adanya keterangan lain, misalnya sunnah.
Dari argumen-argumen yang dikemukakan di atas dapat difahami bahwa para pengingkar sunnah yang mengajukan argumen itu adalah orang-orang yang berpendapat bahwa nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan Al-Qur’an kepada umatnya. Nabi Muhammad hanyalah bertugas untuk menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada para pengikutnya. diluar tersebut nabi tidak punya wewenang. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk patuh kepada Rasulullah. hal itu menurut para pengingkar sunnah hanyalah berlaku tatkala Rasulullah masih hidup, yakni tatkala jabatan sebagai ulul-amri berada di tangan beliau. Setelah beliau wafat maka jabatan ulul-amri berpindah kepada orang dan karenanya kewajiban patuh orang-orang yang beriman kepada nabi Muhammad menjadi gugur.
b. Argumen-argumen non naqli (Aqli)
Cukup banyak juga argumen-argumen yang termasuk non naqli yang telah diajukan oleh para pengingkar sunnah, diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad (melalui malaikat Jibril) dalam bahasa Arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu memahami Al-Qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits nabi. Dengan demikian, hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Al-Qur’an.
2. Dalam sejarah, umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena umat Islam terpecah-pecah, perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, hadits nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam; agar umat Islam maju, maka umat Islam harus meninggalkan hadits nabi.
3. Asal mula hadits nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadits nabi lahir setelah lama nabi wafat. Kitab-kitab hadits yang terkenal, misalnya shahih al Bukhari dan shahih muslim, adalah kitab-kitab yang menghimpun berbagai hadits palsu
4. Menurut dokter taufiq sidqi, tiada satu pun hadits nabi yang dicatat pada zaman nabi. Pencatatan hadits terjadi setelah nabi nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagaimana yang telah terjadi
2. Bukti-bukti Kelemahan Argumen-Argumen Para Pengingkar Sunnah.
a. Kelemahan argumen-argumen naqli.
Seluruh argumen naqli yang dianjurkan oleh para pengingkar sunnah untuk menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam adalah lemah sekali. Bukti-bukti kelemahan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
Al-Qur’an surat an-nahl: 89 sama sekali tidak memberikan petunjuk bahwa sunnah tidak diperlukan. Ayat mengandung pengertian dan petunjuk yang menjelaskan bahwa:
· Ayat Al-Qur’an secara tegas menerangkan adanya: Berbagai kewajiban, dan teknis pelaksana ibadah tertentu.
· Ayat Al-Qur’an menerangkan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global
Al-Qur’an surat al-an’am : 38 yang dinyatakan oleh para pengingkar sunnah sebagai argumen untuk menolak sunnah adalah tidak benar dengan alasan bahwa:
· Menurut sebagian ulama lagi, yang dimaksud dengan al-kitab dalam ayat tersebut adalah global dan ada yang bersifat rinci. Ketentuan yang bersifat global dijelaskan rincinya oleh hadits nabi.
· Menurut sebagian ulama lagi, yang dimaksud dengan kata al-kitab dalam ayat tersebut adalah al-lauh al-mahfuzh. Ayat tersebut menjelas kan bahwa semua peristiwa tidak ada yang dialpakan oleh Allah. Semua termuat dalam al-lauh al-mahfuzh.
b. Kelemahan argumen- argumen non-naqli ( aqli )
1. Al-Qur’an memang benar tertulis dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Arab yang digunakan oleh Al-Qur’an terdapat kata-kata yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus; ada yang status global dan ada yang berstatus rinci sehingga untuk mengetahui diperlukan petunjuk Al-Qur’an dan hadits nabi.
2. Memang benar umat Islam dalam sejalan telah mengalami kemunduran. Tetapi dalam sejarah umat Islam mengalami kemajuan pada zaman klasik. Puncak kemajuan terjadi pada sekitar tahun 650-1000 m. ulama besar yang hidup pada masa itu tidak sedikit jumlahnya, baik dibidang tafsir, hadits, fikih, ilmu kalam dan lain-lain. Periode klosik bersifat berakhir ketika bagdad jatuh ketangan Hulagu Khan.
3. Pernyataan pengingkar sunnah yang menyatakan bahwa hadits nabi lahir setelah lama nabi wafat merupakan pernyataan yang tidak memiliki argumen yang kuat.
C. Upaya Para Pembela Sunnah Dalam Melestarikan Sunnah
1. Sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam
Sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan terdahulu umat Islam sejak zaman nabi meyakini bahwa sunnah merupakan salah satu sumber ajaran Islam disimpang Al-Qur’an. Dasar utama dari kenyataan itu adalah berbagai petunjuk Al-Qur’an, diantaranya adalah:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ((الحشر : 7
"..Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…..; ."
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (Ali Imran : 32)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ….(An- Nisa : 80)
“Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. .”
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (Al Ahzab : 21)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Berdasarkan petunjuk ayat-ayat tersebut dan yang semakna dengannya, maka jelaslah bahwa Al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad merupakan sumber utama ajaran Islam. Apabila ke sumber itu harus diberikan angka unit, maka Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan sunnah merupakan sumber kedua, urutan itu disamping berdasarkan urutan yang ditemukan Al-Qur’an, juga berdasarkan pemikiran logis, yakni Al-Qur’an merupakan firman Allah dan sunnah merupakan suatu yang berasal dari utusan dan sunnah merpakan sumber kedua, urutan itu disamping berdasarkan urutan yang dikemukakan Al-Qur’an, juga berdasarkan pemikiran logis, yakni Al-Qur’an merupakan firman Allah dan sunnah merupakan suatu yang berasal dari utusan Allah.
2. Upaya kegiatan kritik sanad dan matan
Pada zaman nabi sunnah (hadits) memang belum dibukukan secara resmi. Penulisan sunnah pernah dilarang oleh nabi, namun bagi mereka yang dinilai cermat dalam mencatat, sehingga terhindar pencampuradukkan catatan Al-Qur’an dalam mencatat, dari yang bukan Al-Qur’an, nabi telah mengizinkan mereka untuk mencatat sunnah. Bahkan untuk kepentingan tertentu, nabi telah memberi tugas kepada sejumlah pembesar yang non-muslim dengan mengirim surat kepada mereka; juga tatkala nabi membuat sejumlah piagam penting yang harus dipatuhi bersama oleh pihak-pihak yang terkait, serta tatkala ada orang Islam meminta kepada nabi untuk dicatatkan pidato nabi yang telah diucapkan dihadapan umum.
3. Upaya penciptaan berbagai istilah, kaidah dan cabang pengetahuan sunnah
Salah satu kegiatan penting yang telah dilakukan oleh ulama pembela sunnah untuk memudahkan pelaksanaan kritik sanad dan matan sunnah sehubungan dengan masalah tersebut ialah menciptakan berbagi istilah. Karena istilah yang begitu banyak seiring dengan banyaknya sisi kemungkinan yang terjadi; maka lahirlah cabang pengetahuan sunnah yang khusus membahas istilah-istilah yang ada. Cabang pengetahuan itu lalu dikenal dengan sebutan Ilmu Musthalah al Hadist. Hanya dalam dunia pengetahuan sunnah atau hadits saja, dikenal adanya cabang pengetahuan yang khusus membahas berbagai istilah.
III. KESIMPULAN
- Orang yang berpaham ingkar sunnah berpijak pada pemahaman yang salah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, sejarah umat Islam, sejarah penghimpunan sunnah dan sebagai dari cabang penelitian kesahihan sunnah. Kesalahan pemahaman itu disebabkan oleh banyak faktor, sebagian dari faktor itu ada yang barkaitan dengan kekurangan pengetahuan mereka terhadap berbagai hal tentang sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan sunnah, dan sebagai faktor lagi berkaitan anggapan dasar dalam metode berfikir.
- Untuk mendalami pengetahuan yang berkaitan dengan sunnah, dituntut tersedianya sejumlah kitab, minimal kitab-kitab yang berkaitan dengan musthlah, kaidah, pengajian matan, dan pengkajian sanad. Tanpa tersedianya fasilitas kita-kitab yang diperlukan, maka upaya mendalami pengetahuan sunnah akan mengalami kesulitan
DAFTAR REFERENSI
1. Ismail, Syuhudi H.M Dr. Prof. 1995 Hadits Nabi Menurut Pembela Pengetahuan Dan Pemalsuannya. Jakarta : Gema Insani Press.
2. al-A’zami, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Terj. Mustafa Ya’qub, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
3. Ilyas, Yunahar, (ed.), Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 1996.
4. Ismail, Muhammad Syuhudi, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
5. --------------, Kaedah-kaedah Kesahihan anad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 1995.
6. Jawas, Yazid Abdul Qadir, Kedudukan Sunnah dalam Syari’at Islam, Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1992.
7. Rahman, Fazlur, Islam, Terj. Muhammad, Bandung: Pustaka ITB, 1984.
8. al-Syafi’i, Muhammad bin Idris, al-Umm, Beirut: Dar al-Fikr, t. th.
9. al-Siba’i, Mustafa, Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, Terj. Nurchalish Madjid, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.
10. Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid. II. Jakarta: TP Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar