DZAWIL ARHAM DAN HAAJIB MAHJUUB
A. Dzawil Arham
1. Pengertian dan kedudukan ahli waris Dzawil Arham
Al- Arham merupakan bentuk jamak dari rahim, yang secara bahasa berarti ‘tempat janin di dalam perut’. Allah berfirman, “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim seagaimana yang dikehendaki-Nya….” (Ali Imran [3]: 6). Kemudian, hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh beberapa orang karena sebab kelahiran dinamakan rahim, karena rahim menjadi sebab atau perantara, sebagaimana yang diungkapkan oleh pengarang buku al-Mu’arrab.
Dzawil Arham menurut pengertian bahasa yakni setiap orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan orang lain. Sedangkan dalam ilmu hukum waris islam, Dzawil Arham ialah ahli waris karena ada hubungan nasab dengan orang yang meninggal dunia, selain ashabul furudh dan ‘ashabah.
Zaid bin Tsabit berpendapat bahwa Dzawil Arham tidak dapat mewarisi harta peningalan. Apabila orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris ashabul furudh atau ashabah, maka harta peninggalannya diberikan kepada Baitulmal (kas negara). Sedangkan menurut Ali, Ibnu Abbas, Mu’adz bin Jabal dan Abu Ubaidah bin Jarrah bahkan Khulafaur Rasyidin, yang kemudian diikuti oleh para tabi’in yaitu: Syuraih, Al Hasan, Ibnu Sirin, ‘ Atha dan Mujahid, bahwa ahli waris Dzawil Arham dapat mewarisi harta peninggalan, apabila orang yang meninggal dunia tidak meninggalkan ahli waris ashabul furudh dan ‘ashabah. Pendapat ini didasarkan kepada firman Allah :
Artinya : Bahwa sebagian mereka (orang yang mempunyai hubungan nasab) lebih utama mewarisi harta peninggalan sebagian yang lain (orang yang sama-sama dalam hubungan nasab) menurut yang ditetapkan oleh Allah. (Al-Anfal : 75)
2. Pengelompokkan Dzawil Arham
a. Kelompok pertama (Termasuk dalam kelompok ini adalah furu’ (cabang) si mayit yang perempuan) yakni sebagai berikut :
1) Cucu dari anak perempuan dan keturunan di bawahnya, seperti cucu laki- laki dari anak perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan, cicit laki-laki dari cucu perempuan dari anak perempuan, dan seterusnya
2) Cicit dari cucu perempuan dari anak laki-laki dan keturunan di bawahnya, seperti cicit laki-laki dari cucu perempuan dari anak laki-laki, dan cicit perempuan dari cucu perempuan dari anak laki-laki.
b. Kelompok kedua (Termasuk dalam kelompok ini adalah ushul (leluhur) si mayit yang disela oleh perempuan) yakni sebagai berikut :
1) Kakek leluhur, yaitu bapak dari ibu dan ushul lainnya yang berada di atas kakek, seperti bapak dari ibunya bapak, bapak dari ibunya ibu, dan bapak dari bapaknya ibu.
2) Nenek leluhur dan ushul lainnya yang berada di atas nenek, yaitu yang berhubungan dengan si mayit, seperti ibu dari bapaknya ibu.
c. Kelompok ketiga (termasuk dalam kelompok ini adalah furu’ dari bapak atau ibu yang bukan ashabul furudh dan bukan ‘ashabah) yakni sebagai berikut :
1) Anak saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan,seperti anak laki-laki dari saudara seibu, anak perempuan dari saudara seibu, dan yang lainnya, meskipun secara keturunan derajatnya semakin ke bawah.
2) Anak saudara perempuan kandung atau sebapak, seperti anak laki-laki dari saudara perempuan kandung, anak perempuan dari saudara perempuan kandung, anak laki-laki dari saudara perempuan sebapak, anak perempuan dari saudara perempuan sebapak, dan yang lainnya meskipun secara keturunan derajatnya semakin ke bawah.
3) Anak perempuan dari saudara kandung atau sebapak, seperti anak perempuan dari saudara kandung, anak perempuan dari saudara sebapak, dan seterusnya. Sementara itu, anak laki-laki dari saudara kandung atau sebapak termasuk ahli waris dalam kelompok ‘ashabah.
d. Kelompok keempat (termasuk dalam kelompok ini adalah furu’ dari kakek dan nenek, yang bukan ashabul furudh dan juga bukan ‘ashabah) yakni sebagai berikut :
1) Paman dan bibi si mayit yang seibu dari pihak bapak; serta paman dan bibi kandung si mayit atau sebapak dari pihak ibu.
2) Anak-anak dari ahli waris yang disebutkan dalam kelompok pertama dan keturunan yang ada di bawahnya; anak-anak perempuan paman si mayit dari pihak bapak yang sebapak-seibu atau sebapak saja; anak-anak perempuan dari anak-anak laki-laki mereka dan keturunan yang ada di bawahnya; dan anak-anak mereka yang telah disebutkan.
3) Paman dan bibi dari bapak si mayit (dari pihak bapak maupun dari pihak ibu), yang sebapak-seibu atau salah satunya; paman dan bibi dari ibu si mayit (dari pihak bapak maupun dari pihak ibu), yang sebapak-seibu atau salah satunya saja.
4) Anak-anak dari ahli waris yang disebutkan dlam kelompok ketiga dan keturunnya; anak-anak perempuan paman dari bapak si mayit (dari pihak bapak) yang sebapak-seibu atau sebapak; cucu perempuan dari anak laki-laki mereka dan keturunannya; serta anak-anak mereka sebagaimana yang telah disebutkan.
5) Paman dan bibi dari bapaknya bapak si mayit yang seibu (dari pihak bapak); paman dan bibi dari bapaknya ibu si mayit (dari pihak bapak); paman dan bibi dari bapaknya bapak dan bapaknya ibu si mayit (dari pihak ibu) yang sebapak-seibu atau sebapak atau seibu saja; paman dan bibi dari ibunya ibu si mayit (dari pihak bapak); paman dan bibi dari ibunya bapak si mayit (dari pihak bapak); paman dan bibi dari ibunya ibu dan ibunya bapak si mayit (dari pihak ibu) yang sebapak-seibu atau sebapak atau seibu saja.
6) Anak-anak dari ahli waris yang disebutkan dalam kelompok kelima, anak-anak perempuan paman dari kakek si mayit dari pihak bapak yang sebapak-seibu atau sebapak saja; anak-anak perempuan dari anak laki-laki mereka dan keturunan di bawahnya; serta anak-anak dari anak-anak perempuan tadi dan seterusnya.
B. HAAJIB MAHJUUB
1. Pengertian Haajib Mahjuub
Ahli waris menjadi pendinding bagi ahli waris lain dalam istilah ilmu muwarris disebut Haajib, sedangkan ahli waris yang terdinding disebut Mahjuub. Untuk lebih jelasnya berikut ini pembahasannya:
1. Ahli waris yang menjadi Haajib dan tidak mungkin menjadi Mahjuub
Ahli waris yang termasuk criteria ini adalah:
a. Ayah; menjadi haajib bagi:
a. Kakek (ayahnya ayah)
b. Nenek (ibunya ayah)
c. Segala macam saudara si mati
d. Segala macam kemenakan si mati
e. Segala macam paman si mati
f. Segala macam saudara sepupu si mati
b. Ibu; menjadi Haajib bagi:
a. Nenek (ibunya ayah)
b. Nenek (ibunya ibu)
c. Anak laki-laki; menjadi haajib bagi:
a. Cucu anak laki-laki (dari anak laki-laki)
b. Cucu perempuan (dari anak laki-laki)
c. Segala macam saudara si mati
d. Segala macam kemenakan si mati
e. Segala macam paman si mati
f. Segala macam saudara sepupu si mati
d. Anak perempuan; menjadi haajib bagi:
- Saudara seibu si mati
2. Ahli waris yang tidak menjadi haajib dan tidak menjadi mahjuub
Ahli waris yang termasuk kriteria ini adalah:
a. Suami; bila istri mempunyai anak maka suami mendapat 1/4 dan bila istri tidak mempunyai anak maka suami mendapat 1/2 harta pusaka.
b. Istri; bila suami mempunyai anak maka istri mendapat 1/8 dan bila suami tidak mempunyai anak mak istri mendapat 1/4 harta pusaka.
3. Ahli waris yang menjadi haajib dan menjadi mahjuub
Berikut ini diterangkan ahli waris yang dapat menghalangi ahli waris lain dan dapat terhalang oleh ahli waris lain, sebagai berikut:
a. Kakek; dari jurusan ayah tertutup oleh ayah, begitu seterusnya ke atas, kakek yang lebih jauh tertutup oleh kakek yang lebih dekat, sebaliknya juga kakek yang lebih jauh lagi.
Kakek dari jurusan ayah ini menjadi haajib bagi:
a. Saudara seibu si mati
b. Segala macam kemenakan si mayit
c. Segala macam paman si mayit
d. Segala macam saudara sepupu si mati
b. Cucu laki-laki; dari jurusan laki-laki tertutup oleh anak laki-laki, begitu seterusnya ke bawah, cucu yang lebih jauh tertutup oleh cucu yang lebih dekat, sebaliknya juga menututp cucu yang lebih jauh lagi. Cucu laki-laki dari jurusan anak ini menjadi haajb bagi:
a. Segala macam saudar si mati
b. Segala macam kemenakan si mati
c. Segala macam paman si mati
d. Segala macam saudara sepupu si mati
c. Nenek (ibunya ayah) terhalang oleh ayah dan ibu, sedangkan nenek (ibunya ibu) terhalang oleh ibu, begitu seterusnya ke atas, nenek yang lebih jauh tertutup oleh nenek yang lebih dekat, sebaliknya juga menutup nenek yang lebih jauh lagi.
d. Cucu perempuan; dari jurusan anak laki-laki terhalang oleh anak laki-laki dan dua anak perempuan atau lebih, begitu seterusnya ke bawah, cucu yang lebih jauh tertutup oleh cucu yang lebih dekat, sebaliknya juga menutup cucu yang lebih jauh lagi.
e. Saudara laki-laki seibu seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, dan ayah. Saudara laki-laki seibu seayah menghalangi:
v Saudara laki-laki seayah
v Segala macam kemenakan si mati
v Segala macam paman si mati
v Segala macam saudara sepupu si mati
f. Saudara laki-laki seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah, saudara laki-laki seibu seayah, dan saudara perempuan seibu seayah ketika ia menjadi ahli waris ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan. Saudara laki-laki seayah menghalangi:
v Segala macam kemenakan si mati
v Segala macam paman si mati
v Segala macam saudara sepupu si mati
g. Saudara perempuan seibu seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah. Saudara perempuan seibu seayah bila menjadi ahli waris ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan menghalangi:
v Segala macam kemenakan si mati
v Segala macam paman si mati
v Segala macam saudara sepupu si mati
h. Saudara perempuan seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, dan ayah, saudara laki-laki seibu seayah. Saudara perempuan seayah bila menjadi ahli waris ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan menghalangi
v Segala macam kemenakan si mati
v Segala macam paman si mati
v Segala macam saudara sepupu si mati
i. Kemenakan laki-laki seibu seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah , kakek dari ayah dan seterusnya ke atas, saudara laki-laki seibu seyah, saudara laki-laki seayah, saudara perempuan seibu seayah atau seayah jika menjadi ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan. Kemenakan laki-laki seibu seayah menghalangi:
v Kemenakan seayah si mati
v Segala macam paman si mati
v Segala macam saudara sepupu si mati
j. Kemenakan laki-laki seayah; Dia mahjuub oleh anak laki-laki cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah, kakek dari ayah dan seterusnya ke atas, saudara laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki seayah, saudara perempuan seibu seayah atau seayah jika menjadi ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan, serta kemenakan laki-laki seibu seayah. Kemenakan laki-laki seayah menghalangi:
v Segala macam paman si mati
v Segala macam saudara sepupu si mati
k. Paman seibu seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah, kakek dari ayah dan seterusnya ke atas, saudara laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki seayah, saudara perempuan seibu seayah atau seayah jika menjadi ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan, serta kemenakan laki-laki seibu seayah, serta kemenakan laki-laki seayah. Paman seibu seayah menghalangi:
v Paman seayah
v Segala macam saudara sepupu si mati
l. Paman seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah, kakek dari ayah dan seterusnya ke atas, saudara laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki seayah, saudara perempuan seibu seayah atau seayah jika menjadi ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan, serta kemenakan laki-laki seibu seayah, serta kemenakan laki-laki seayah, dan paman seibu seayah. Paman seayah menghalangi segala macam saudara sepupu si mati.
m. Saudara sepupu seibu seayah; dia mahjuub oleh ahli waris yang menghalangi paman seayah, ditambah terhalang pula oleh paman seayah, dan dia menghalangi saudara sepupup ayah.
n. Saudara sepupu seayah; dia mahjuub oleh ahli waris yang menghalangi saudara sepupu seibu seayah, ditambah terhalang pula oleh saudara sepupu seibu seayah.
o. Orang yang memerdekakan; selanjutnya orang yang memerdekakan mayit terhalang oleh setiap ahli waris laki-laki dari si mati, kecuali saudara laki-laki seibu si mati yang tidak menghalanginya. Selanjutnya orang yang memerdekakan itu menjadi ahli waris ashabah bersama-sama ahli waris perempuan si mati.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Zakiah, Prof., Dr. 1995. Ilmu Fiqh. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Komite Fakultas Syariah Universitas Al- Azhar Mesir. 2009. Hukum Waris. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar